Sejarah Perkembangan Virus Corona dari Masa ke Masa

Sejarah Perkembangan Virus Corona dari Masa ke MasaIlustrasi Virus Corona. ©2020 Merdeka.com/ cdc
Merdeka.com - Virus corona (CoV) adalah keluarga besar virus yang yang dapat menginfeksi burung dan mamalia, termasuk manusia. Menurut World Health Organization (WHO) virus ini menyebabkan penyakit mulai dari flu ringan hingga infeksi pernapasan yang lebih parah seperti MERS-CoV DAN SARS-CoV.
Virus Corona bersifat zoonosis, artinya ia merupakan penyakit yang dapat ditularkan antara hewan dan manusia. Rabies, Malaria, merupakan contoh dari penyakit zoonosis yang ada. Begitu pula dengan MERS yang ditularkan dari unta ke manusia.
Selama 70 tahun terakhir, para ilmuwan telah menemukan bahwa virus corona dapat menginfeksi tikus, tikus, anjing, kucing, kalkun, kuda, babi, dan ternak. Terkadang, hewan-hewan ini dapat menularkan virus corona ke manusia.
Virus corona bertanggung jawab atas beberapa wabah di seluruh dunia, termasuk pandemi Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) 2002-2003 dan wabah Middle East Respiratory Syndrome (MERS) di Korea Selatan pada tahun 2015.
Baru-baru ini, virus corona baru muncul dan dikenal sebagai COVID-19 memicu wabah di Cina pada Desember 2019, dan merebak di berbagai negara sehingga WHO mendeklarasikannya sebagai pandemi global.
Nama Corona diambil dari Bahasa Latin yang berarti mahkota, sebab bentuk virus corona memiliki paku yang menonjol menyerupai mahkota dan korona matahari. Para ilmuan pertama kali mengisolasi virus corona pada tahun 1937 yang menyebabkan penyakit bronkitis menular pada unggas.
Kemudian pada tahun 1965, dua orang peneliti Tyrrell dan Bynoe menemukan bukti virus corona pada manusia yang sedang flu biasa, melalui kultur organ trakea embrionik yang diperoleh dari saluran pernapasan orang flu tersebut.
Pada akhir 1960-an, Tyrrell memimpin sekelompok ahli virologi yang meneliti strain virus pada manusia dan hewan. Di antaranya termasuk virus infeksi bronkitis, virus hepatitis tikus dan virus gastroenteritis babi yang dapat ditularkan, yang semuanya telah ditunjukkan secara morfologis sama seperti yang terlihat melalui mikroskop elektron. Kelompok virus baru yang bernama virus corona, kemudian secara resmi diterima sebagai genus virus baru.
1 dari 4 halaman

Jenis Virus Corona

Virus Corona masuk dalam subfamili Coronavirinae dalam keluarga Coronaviridae. Berbagai jenis virus corona pada manusia bervariasi dari tingkat keparahan gejala hingga kecepatan menyebar.
Dokter saat ini mengenali tujuh jenis virus corona yang dapat menginfeksi manusia. Jenis yang paling umum yaitu:
1. 229E (alpha coronavirus)
2. NL63 (alpha coronavirus)
3. OC43 (beta coronavirus)
4. HKU1 (beta coronavirus)
Jenis lain yang sebenarnya cukup jarang malah menyebabkan komplikasi yang lebih parah yaitu MERS-CoV, yang menyebabkan Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan SARS-CoV, virus yang bertanggung jawab atas Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Pada akhir Desember 2019, jenis baru yang disebut SARS-CoV-2 mulai beredar, yang kemudian menyebabkan penyakit dan dikenal sebagai COVID-19.ilustrasi virus corona
2020 Merdeka.com/ cdc
2 dari 4 halaman

SARS

SARS coronavirus (SARS-CoV) adalah virus yang pertama kali diidentifikasi pada tahun 2003. SARS-CoV dianggap sebagai virus yang dibawa dari hewan yang diduga kelelawar dan menyebar ke hewan lain (luwak) serta manusia. Infeksi pertama pada manusia terjadi di provinsi Guangdong, Cina Selatan pada tahun 2002.
Dalam beberapa bulan, SARS menyebar ke lebih dari dua lusin negara di Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Asia. Saat epidemi tersebut, virus telah menyebar ke lebih dari 8.000 orang di seluruh dunia dan membunuh hampir 800 orang.
Pada saat itu, pemerintah Cina dikritik karena merespons secara perlahan terhadap wabah tersebut dan menyembunyikan keseriusan penyakit tersebut.
Dikutip dari Healthline, salah satu perubahan terbesar sejak SARS adalah kemajuan dalam teknologi yang dibutuhkan untuk memahami virus dan mengembangkan tes atau perawatan diagnostik.
Pada bulan Januari, para ilmuwan Cina telah mengurutkan virus, yang pertama kali muncul pada bulan Desember. Mereka juga membuat informasi itu tersedia bagi para ilmuwan di seluruh dunia. Dengan SARS, para ilmuwan butuh sekitar 5 bulan untuk mengidentifikasi virus setelah mulai menyebar.
Komplikasi lebih mungkin terjadi pada orang dewasa yang lebih tua, dan setengah dari semua orang yang berusia di atas 65 tahun yang menjadi sakit tidak bertahan hidup.Pihak berwenang akhirnya mengendalikan SARS pada Juli 2003.
ilustrasi sars
2012 Merdeka.com
3 dari 4 halaman

MERS

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus corona (Middle East respiratory syndrome syndrome, atau MERS-CoV) yang pertama kali diidentifikasi di Arab Saudi pada 2012.
Beberapa kasus infeksi MERS-CoV yang dikonfirmasi di laboratorium dilaporkan tidak menunjukkan gejala, artinya mereka tidak memiliki gejala klinis, namun mereka positif terinfeksi MERS-CoV setelah menjalani tes laboratorium.
Gejala MERS yang khas termasuk demam, batuk dan sesak napas. Pneumonia umum terjadi, tetapi tidak selalu ada. Gejala gastrointestinal, termasuk diare, juga telah dilaporkan.
Meskipun sebagian besar kasus manusia dari infeksi MERS-CoV telah dikaitkan dengan infeksi manusia ke manusia menurut kesehatan, bukti ilmiah saat ini menunjukkan bahwa unta dromedaris adalah inang utama untuk MERS-CoV dan sumber hewan dari infeksi MERS pada manusia.
Namun, peran pasti unta dromedaris dalam penularan virus dan rute penularan yang pasti belum diketahui. Asal-usul virus tidak sepenuhnya dipahami tetapi, menurut analisis dari genom virus yang berbeda, diyakini bahwa itu mungkin berasal dari kelelawar dan ditransmisikan ke unta di masa lalu.
middle east respiratory syndrome coronavirus mers cov
NIAID 2020 Merdeka.com
4 dari 4 halaman

COVID-19

Virus corona yang pertama kali muncul dan menyebar ke manusia berasal dari kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Setelah ditelusuri, ternyata beberapa orang yang terinfeksi memiliki riwayat yang sama, yaitu mengunjungi pasar basah makanan laut dan hewan lokal di Wuhan.
Dilansir dari The New York Times, pasar kemudian ditutup dan didesinfeksi, sehingga hampir tidak mungkin untuk menyelidiki hewan mana yang mungkin merupakan asal mula yang tepat. Kelelawar dianggap sebagai sumber yang memungkinkan, karena mereka telah berevolusi untuk hidup berdampingan dengan banyak virus, dan mereka ditemukan sebagai titik awal untuk SARS.
Ada juga kemungkinan bahwa kelelawar menularkan virus ke hewan peralihan, seperti trenggiling,yang dikonsumsi sebagai makanan lezardi beberapa bagian Cina, dan mungkin kemudian menularkan virus ke manusia.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa virus ini memiliki urutan sekuens genetik yang mirip 88% dengan virus corona dari kelelawar. Hal itu menjadi dugaan sementara dari mana virus corona muncul.
ilustrasi virus corona

Benarkah Golongan Darah Menentukan Kerentanan terhadap Virus Corona?

Baru-baru ini, terdengar isu bahwa orang dengan golongan darah A lebih berisiko tertular virus Corona, dan orang dengan golongan darah O dianggap lebih kebal terhadap virus ini. Apakah hal tersebut benar atau cuma berita hoax? Mari simak ulasannya di sini.
Golongan darah ditentukan berdasarkan jenis antigen yang menempel pada sel darah merah. Antigen tiap individu diturunkan dari gen kedua orang tuanya. Berdasarkan antigen ini, golongan darah dibagi menjadi golongan darah A, B, AB, dan O.
Benarkah Golongan Darah Menentukan Kerentanan terhadap Virus Corona? - Alodokter

Benarkah Golongan Darah A Lebih Rentan terhadap Virus Corona?

Sebelumnya, perlu ditekankan terlebih dahulu bahwa klaim mengenai golongan darah menentukan kerentanan seseorang terhadap infeksi virus Corona belum dapat dipastikan. Pernyataan ini berasal dari sebuah studi yang menggunakan data pasien COVID-19 di dua daerah di China, yaitu kota Wuhan dan Shenzhen.
Pada studi ini, ditemukan bahwa jumlah pasien COVID-19 yang bergolongan darah A lebih banyak daripada pasien yang bergolongan darah O. Padahal, secara umum, jumlah orang yang bergolongan darah A di kedua kota tersebut lebih sedikit dibandingkan yang bergolongan darah O.
Perbedaan jumlah ini cukup signifikan sehingga peneliti menyimpulkan bahwa orang dengan golongan darah A lebih rentan terkena infeksi virus Corona. Dan sebaliknya, orang yang bergolongan darah O memiliki risiko yang lebih rendah terkena penyakit ini.
Namun, perlu diingat bahwa penelitian mengenai risiko terkena COVID-19 berdasarkan golongan darah baru dilakukan satu kali dan hanya pada sebagian kecil penderita. Selain itu, masih ada beberapa keterbatasan pada penelitian ini yang membuat hasilnya perlu ditelaah lebih lanjut sebelum bisa dipastikan kebenarannya.
Jadi, masih terlalu dini untuk menyatakan bahwa orang dengan golongan darah A memang lebih rentan terinfeksi virus Corona dibandingkan orang dengan golongan darah O.
Yang telah diketahui sejauh ini, kerentanan seseorang terhadap infeksi virus apa pun dipengaruhi oleh kekuatan daya tahan tubuhnya. Daya tahan tubuh yang lemah, misalnya karena usia lanjut atau penyakit kronis, dapat membuat seseorang lebih mudah terinfeksi virus.
Oleh karena itu, apa pun golongan darah Anda, lakukanlah tindakan pencegahan secara maksimal, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Cuci tangan Anda secara teratur dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer. Kenakan masker bila sedang sakit, serta tutup mulut dan hidung Anda dengan tisu saat batuk atau bersin.
Selain itu, kurangi keluar rumah atau berkumpul dengan banyak orang, kecuali untuk kepentingan mendesak atau berobat ke dokter. Gunakan masker selama berpergian bila Anda sedang batuk atau pilek.
Bila Anda memiliki pertanyaan mengenai infeksi virus Corona, baik dalam hal gejala maupun pencegahannya, jangan ragu untuk chat dokter langsung di aplikasi Alodokter. Anda juga bisa membuat janji konsultasi dengan dokter di rumah sakit melalui aplikasi ini.

Virus corona: Perburuan mencari orang pertama yang memicu wabah Covid-19



Seorang perawat mengambil tes swab dari seorang penumpang pesawat di Bandara Minsk, Belarus, pada 19 Maret 2020.
Seiring meningkatnya kasus virus corona di seluruh dunia, perburuan terus dilakukan untuk mendapatkan "pasien nol". Namun, apakah menemukan satu orang yang menjadi awal penyebab wabah akan berguna, atau justru berbahaya?
Otoritas dan pakar di China berselisih tentang asal mula wabah virus corona yang sedang berlangsung. Lebih khusus lagi, tentang siapa "pasien nol" wabah ini.
Disebut juga sebagai kasus indeks, pasien nol adalah istilah yang digunakan untuk merujuk manusia pertama yang terinfeksi oleh virus atau penyakit bakteri dalam suatu wabah.
Kemajuan dalam analisis genetika saat ini memungkinkan untuk melacak kembali garis turunan virus melalui mereka yang telah terinfeksi.
Dikombinasikan dengan studi epidemiologi, para ilmuwan dapat menunjukkan dengan tepat individu-individu yang mungkin merupakan orang pertama yang mulai menyebarkan penyakit ini dan memicu wabah tersebut.
Mengidentifikasi siapa orang-orang ini dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan penting tentang bagaimana, kapan dan mengapa wabah terjadi.
Petugas medis mendorong pasien virus corona yang telah meninggal duniaGetty Images
Para ilmuwan sepakat bahwa episentrum wabah virus corona adalah pasar hewan dan ikan laut di Wuhan, China.
Informasi ini kemudian dapat membantu mencegah lebih banyak orang terinfeksi sekarang atau di masa depan.
Apakah kita tahu siapa pasien nol dalam wabah virus corona Covid-19 yang dimulai di China?
Jawaban singkatnya - tidak.
Pihak berwenang China awalnya melaporkan bahwa kasus virus corona pertama terjadi pada tanggal 31 Desember dan banyak dari kasus-kasus awal infeksi yang menyerupai pneumonia ini terhubung dengan pasar makanan laut dan hewan di Wuhan, provinsi Hubei.
Polisi di WuhanGetty Images
Polisi dengan mengenakan masker berdiri di luar pasar hewan di Wuhan, yang diyakini sebagai sumber wabah virus corona.
Menurut statistik yang dikumpulkan oleh Johns Hopkins University, wilayah ini adalah pusat penyebaran wabah, dengan hampir 82% dari 75.000 lebih kasus yang terdata sejauh ini di China dan seluruh dunia berasal dari sini.
Namun, sebuah penelitian oleh para peneliti China yang diterbitkan dalam jurnal medis Lancet, mengklaim orang pertama dengan Covid-19 didiagnosis pada 1 Desember 2019 (jauh lebih awal) dan orang itu "tidak memiliki kontak" dengan pasar hewan dan ikan laut Huanan.
Wu Wenjuan, seorang dokter senior di Rumah Sakit Jinyintan Wuhan dan salah satu penulis jurnal tersebut, mengatakan kepada BBC Chinese Service bahwa pasiennya adalah seorang pria lanjut usia yang menderita penyakit Alzheimer.
Virus coronaGetty Images
Para saintis mengatakan penting untuk mengetahui asal usul wabah virus corona.
"Tempat tinggalnya (si pasien) berjarak empat atau lima kali naik bus dari pasar ikan laut, dan karena dia sakit, dia hanya tinggal di rumah" kata Wu Wenjuan.
Dia juga mengatakan bahwa tiga orang lainnya mengalami gejala pada hari-hari berikutnya - dua di antaranya juga tidak terpapar dengan kawasan Huanan.
Namun, para peneliti juga menemukan bahwa 27 orang dari sampel 41 pasien yang dirawat di rumah sakit pada tahap awal wabah "telah berhubungan dengan kawasan pasar".
Hipotesis bahwa wabah dimulai di pasar dan bisa ditularkan dari hewan hidup ke inang manusia sebelum menyebar dari manusia ke manusia masih dianggap sebagai kemungkinan paling besar, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Jadi bisakah satu orang benar-benar memicu wabah besar?
Wabah Ebola 2014 hingga 2016 di Afrika Barat adalah yang terbesar sejak virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 1976. Wabah ini menewaskan lebih dari 11.000 orang dan menginfeksi lebih dari 28.000, menurut WHO.
Wabah ini berlangsung lebih dari dua tahun dan ditemukan di 10 negara, kebanyakan di Afrika tetapi ada juga kasus yang dilaporkan di AS, Spanyol, Inggris dan Italia.
Para ilmuwan menyimpulkan gelombang wabah Ebola baru ini dimulai oleh hanya satu orang: seorang bocah lelaki berusia dua tahun dari Guinea. Bocah itu mungkin telah terinfeksi karena bermain di pohon berlubang yang menjadi rumah sekoloni kelelawar.
EbolaGetty Images
Para ilmuwan menyimpulkan wabah Ebola dimulai oleh hanya satu orang: seorang bocah lelaki berusia dua tahun dari Guinea.
Mereka membuat kesimpulan itu dengan melakukan ekspedisi ke desa anak itu—Meliandou—mengambil sampel, dan mengobrol dengan penduduk setempat untuk mengetahui lebih lanjut tentang sumber wabah Ebola sebelum menerbitkan temuan mereka.
Tapi mungkin "pasien nol" yang paling terkenal adalah Mary Mallon, yang mendapat julukan Typhoid Mary karena menyebabkan wabah demam tipus di New York pada tahun 1906.
Berasal dari Irlandia, Mallon beremigrasi ke AS, di mana ia mulai bekerja untuk keluarga-keluarga kaya sebagai juru masak.
Setelah serangkaian kasus tipus di antara keluarga kaya di New York, dokter melacak asal muasal wabah ke Mallon. Di mana pun dia bekerja, anggota rumah tangga mulai terserang demam tifoid.
Dokter menyebutnya sebagai Pembawa yang sehat. Artinya, seseorang yang terinfeksi oleh suatu penyakit tetapi menunjukkan sedikit atau tidak ada gejala penyakit sama sekali, yang berarti mereka justru biasanya menginfeksi banyak orang.
wabah demam tipus di New YorkGetty Images
Mary Mallon mendapat julukan Typhoid Mary karena menyebabkan wabah demam tipus di New York pada tahun 1906.
Sekarang ada bukti yang semakin kuat yang menunjukkan bahwa beberapa orang lebih "efisien" daripada yang lain dalam menyebarkan virus dan Mallon adalah salah satu kasus paling awal yang tercatat dari seseorang yang memiliki "kemampuan" ini yang dikenal sebagai "penyebar-super".
Pada waktu itu, penyakit tersebut menyerang beberapa ribu penduduk New York setiap tahun dan memiliki tingkat kematian 10%.
Tetapi istilah "pasien nol" sendiri dipenuhi dengan makna dan stigma. Banyak ahli kesehatan menolak mengidentifikasi kasus wabah yang pertama tercatat, karena takut hal itu dapat menyebabkan disinformasi tentang penyakit atau bahkan viktimisasi orang tersebut.
Contoh terkenal adalah seorang pria yang secara keliru diidentifikasi sebagai "pasien nol" dari epidemi AIDS.
Gaetan Dugas, seorang pramugara homoseksual Kanada, adalah salah satu pasien yang paling menderita dalam sejarah, disalahkan karena dianggap menyebarkan HIV ke AS pada 1980-an.
Tetapi tiga dekade kemudian, para ilmuwan mengungkapkan bahwa dia tidak mungkin menjadi kasus pertama - karena sebuah studi tahun 2016 menunjukkan virus telah pindah dari Karibia ke Amerika pada awal tahun 1970-an.
Anehnya, justru selama epidemi HIV-lah istilah pasien nol diciptakan secara tidak sengaja.
Ketika sedang menyelidiki penyebaran penyakit AIDS di Los Angeles dan San Francisco pada awal 80-an, para peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menggunakan huruf "O" untuk merujuk kasus seseorang yang berasal "dari luar (outside) negara bagian California".
Peneliti lain salah menafsirkan huruf itu sebagai angka 0 - dan dari situ lahirlah konsep pasien nol.
Anda bisa menyimak versi bahasa Inggris dari artikel ini, Who is 'patient zero' in the coronavirus outbreak? di laman BBC Future.